Sabtu, 21 Februari 2009

DARI TEMU NASIONAL PAMONG II TH 2008 “BERSAMA MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK”

PAMONG PRAJA sebagai bagian dari birokrasi di Indonesia memegang posisi strategis dalam rangka penyelenggaraan proses pemerintahan. Dalam perjalanannya, Pamong Praja tidak pernah lepas dari kondisi politik yang berkembang pada setiap era-nya. Dapat tidaknya birokrasi menemukan makna sebagai organisasi pemerintahan yang dimiliki publik sangat tergantung pada peran Pamong Praja. Akibat dari politisasi Pamong Praja, birokrasi menjadi organisasi yang tidak bisa eksis sendiri, sulit menjadi netral apalagi independent. Pertanyaannya, bagaimana strategi percepatan reformasi birokrasi melalui revitalisasi Kepamongprajaan?
Untuk menjawab berbagai pertanyaan substantif dan praktis tersebut, maka Forum Komunikasi Purna Praja menyelenggarakan acara “Temu Nasional Pamong (TNP) II tahun 2008”. Acara tersebut diselenggarakan di Hotel Millenium Sirih Jakarta pada tanggal 17-19 November 2008. Ditunjuk sebagai ketua panitia kegiatan yaitu Purna Praja La Ode Ahmad, dan sekretaris Purna Praja Subhan. Adapun tema yang diangkat pada acara tersebut adalah “Bersama Mewujudkan Pemerintahan yang Baik melalui Strategi Percepatan Reformasi dan Revitalisasi Peran Pamong Praja”.
Temu Nasional Pamong (TNP) II tahun 2008 merupakan rangkaian kegiatan silaturahmi seluruh Pamong Praja nusantara, dengan maksud untuk meningkatkan dan membangun kembali semangat Kepamongprajaan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan sosial kemasyarakatan serta nasionalisme antar sesama anak bangsa sebagai salah satu komponen perekat keutuhan NKRI dalam bingkai kebangsaan dan kebhineka-tunggalika-an. Selain itu, TNP II tahun 2008 ini sekaligus sebagai bentuk evaluasi, introspeksi dan menyusun rencana masa depan untuk dapat lebih berperan dalam pemerintahan dan pembangunan demi NKRI yang lebih baik ke depannya.
Acara pembukaan diawali dengan penampilan tari penyambutan Puspa Wresti yang dibawakan oleh Wanita Praja IPDN (dari Bali). Acara yang diikuti oleh ratusan Purna Praja itu dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri, Sekjen Depdagri, beberapa Gubernur dan Bupati/Walikota, serta sejumlah pejabat Depdagri dan IPDN. Dalam sambutannya, Mendagri mengingatkan kembali akan pentingnya peran Pamong Praja dalam era reformasi saat ini, “ Untuk itu Pamong Praja dituntut agar lebih memiliki profesioanlisme dalam melaksanakan tugas-tugasnya”, kata Mendagri. Selain itu Mendagri juga meminta agar Pamong Praja sebagai bagian dari birokrasi di tanah air tetap menjaga netralitas dalam bertugas dan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara itu Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional FKPP Asmin Safari Lubis mengatakan bahwa kompleksitas permasalahan kepemerintahan membutuhkan inovasi-inovasi yang canggih dan dukungan kepemimpinan yang kuat dalam penerapannya. Oleh sebab itu, “Komunikasi dan sharing pengalaman menjadi catatan yang berguna bagi tugas-tugas kita (Purna Praja) di lapangan”, katanya. Kesederhanaan seremonial, menurut Ketua Panitia, merupakan wujud empati organisasi atas keprihatinan situasi pemerintahan yang belum sesuai dengan hati nurani rakyat. Tetapi, “ Kaya substansi dan visi adalah gelora dan semangat organisasi dalam melakukan upaya sistematis reformasi birokrasi’, tambahnya.
Dalam TNP II ini akan dilaksanakan beberapa kegiatan. Rakernas merupakan agenda utama dalam TNP II ini. Rakernas dikatakan sebagai pintu masuk untuk mengkomunikasikan berbagai permasalahan yang berkembang. Dalam Rakernas tersebut akan dibahas permasalahan organisasi, pembuatan mandat-mandat untuk kepengurusan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Selain itu dibahas pula rencana strategis organisasi dan rencana aksi (program kerja) dalam periode satu tahun kedepan. Aspek lain adalah pembuatan database alumni dan rekomendasi organisasi bagi pemerintahan saat ini. Hal lain yang dibicarakan yaitu mengenai pembentukan dan deklarasi Perhimpunan Alumni Sekolah Kepamongprajaan yang meliputi alumni KDC, APDN, IIP, STPDN dan IPDN, serta perumusan rekomendasi terhadap isu-isu aktual tentang pemerintahan dan politik saat ini sebagai bentuk sumbang saran dan masukan kepada pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Dalam Temu Nasional Pamong tersebut juga diadakan Seminar Nasional Pemerintahan (Government Summit) yang diisi oleh pelaku-pelaku pemerintahan tingkat pusat. Dalam kesempatan itu juga diharapakan adanya masukan dari stake holder dan pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui pelaksanaan reformasi birokrasi. Tema yang diangkat dalam seminar nasional ini yaitu “ Reformasi Birokrasi dan Revitalisasi Peran Pamong Praja Menuju Pemerintahan yang Berwibawa dan Bermartabat”. Kegiatan seminar ini dilaksanakan dalam bentuk diskusi panel dengan menghadirkan praktisi, unsur media, akademisi, dan pengamat hukum, politik dan pemerintahan, serta kepala daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Adapun narasumber yang mempresentasikan materi dalam seminar tersebut antara lain Antasari Azhar,S.H. (Ketua KPK), Prof.DR.Miftah Thoha (UGM), Prof.DR.Arbi Sanit (pengamat politik/UI), serta beberapa Gubernur/Bupati yang ditunjuk. Dengan diselenggarakannya seminar nasional ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pemangku kepentingan (stake holders) pada umumnya dan pemerintah daerah pada khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui reformasi birokrasi.
Agenda lain dalam TNP II tersebut adalah pemberian Anugrah Pamong Award kepada para pelaku pemerintahan yang dianggap memnuhi syarat untuk itu. Tujuan dari pengabugrahan Pamong Award ini adalah agar apresiasi terhadap pelaku-pelaku pemerintahan terbaik ini semakin diakui publik. ***GUSTRI

Jumat, 13 Februari 2009

THINK GLOBALLY AT LOCALLY**

GLOBALISASI menjadi isu penting dalam tataran kehidupan dunia saat ini. Dimana sekarang ini dunia seolah-oleh menjadi satu-kesatuan yang tidak lagi dibatasi oleh jarak. Segala kemudahan muncul seiring dengan perkembangan teknologi. Ekonomi di berbagai negara tumbuh pesat akibat adanya kerjasama ekonomi antar negara atas nama globalisasi. Sedikit demi sedikit derajat hidup manusia di bumi ini terangkat akibat pergaulan global yang membawa berbagai pengaruh dalam peradaban umat manusia. Dengan kata lain, globalisasi sudah menjadi kebutuhan dalam setiap detak kehidupan masyarakat dunia saat ini
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mau tidak mau juga harus siap dengan meluasnya gejala globalisasi tersebut. Seiring dengan hal tersebut, Indonesia tentu saja tidak bisa menghindar dari berbagai dampak yang lahir dari globalisasi tersebut, baik itu positif maupun negatif. Di sinilah pemimpin negara diuji untuk dapat menghadapi tantangan tersebut. Pemimpin Indonesia tentu saja harus bisa menerima dampak positif yang dibawa oleh arus globalisasi tersebut dan sedapat mungkin harus bisa meminimalisir atau menghindar dari dampak negatif yang ditimbulkan meskipun hal itu sulit untuk dilakukan.
Pemimpin indonesia saat ini harus bisa think globally at locally , artinya harus bisa berpikir global tetapi tetap dalam batas nilai-nilai lokal yang dimiliki bangsa ini. Meskipun globalisasi itu menjanjikan berbagai perubahan menuju perbaikan, tetapi ekses negatif yang ditimbulkan juga bisa saja membahayakan setiap negara, termasuk Indonesia. Untuk itu benteng yang paling tepat adalah dengan tetap menjaga nilai-nilai kearifan lokal yang sudah ada sejak ratusan tahun silam dalam bumi pertiwi ini.
Sekalipun demikian, pemimpin tidak boleh kaku dalam menghadapi tantangan jaman saat ini. Mengambil kebijakan tidak selamanya dengan cara-cara konvensional. Nilai budaya lokal tidak selamanya bercorak kuno dan tradisionil. Masih banyak aspek budaya bangsa yang masih relevan untuk diaplikasikan dan dijadikan benteng penahan arus negatif dari modernisasi yang terjadi. Nilai-nilai tersebut juga sudah mengalami modernisasi namun tidak mengubah substansi “nilai kearifan” yang ada.
Di sinilah seorang pemimpin itu harus bisa membaca situasi dan kondisi yang berkembang. Kebijaksanaan dalam mengambil kebijakan harus tetap dipertahankan. Kebijaksanaan yang didasari oleh sifat lokal bangsa Indonesia masih bisa dijadikan landasan dalam menentukan kebijakan yang logis dan ilmiah. Hal inilah yang sulit ditemukan saat ini. Akal sehat terkadang hilang ditelan kepentingan dan tendensi tertentu. Akhirnya keputusan yang selayaknya bermanfaat bagi rakyat malah berubah menjadi bencana. Pemimpin yang seperti itu pastilah tidak membentengi diri dengan jati diri lokal yang dimiliki bangsa ini. Pemimpin yang berkutat pada urusan global tanpa mau melandasi diri dengan kepekaan yang tinggi terhadap kondisi masyarakat hanya akan membawa kesengsaraan bagi rakyat.
Sebagaimana kita lihat saat ini, dampak globalisasi dalam setiap celah kehidupan masyarakat di Indonesia sudah sangat beragam. Dampak yang tidak bisa dipungkiri adalah dampak sosial. Globalisasi identik dengan aspek ekonomi, teknologi informasi, dsb. Namun tidak setiap orang merasakan perkembangan jaman tersebut. Ada sisi lain dalam kehidupan masyarakat yang lauh dari cita-cita modernitas tersebut. Sebaliknya, sisi ekonomi membawa sebagian masyarakat kita hidup di bawah perintah orang asing dengan berharap pendapatan darinya. Situasi seperti itu tentunya sangat memprihatinkan, mengingat dampak terparah dari globalisasi itu adalah kemiskinan. Menghadapi kondisi seperti itu, pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang mampu memberi rasa keadilan bagi rakyatnya. Pemimpin tersebutl harus memiliki empati yang tinggi dalam membaca situasi sosial masyrakatnya.
Pemimpin dalam era globalisasi saat ini harus lincah dan lihai membaca situasi global. Situasi yang berkembang di negara-negara maju sangat berpengaruh terhadap keadaan di negara-negara berkembang. Oleh karena itu perlu kepekaan tinggi dalam merespon perkembangan situasi. Sebagai contoh, krisis keuangan yang sudah mengglobal sekarang ini. Kita ketahui bahwa krisis moneter itu pada awalnya terjadi pada negara maju, kemudian sangat memberikan kekhawatiran bagi negara-negara berkembang. Bila salah dalam menentukan arah kebijakan (ekonomi), maka sangat mungkin sekali akan semakin banyak orang miskin di negeri ini.
Sikap tegas juga harus dimiliki oleh pemimpin di era globalisasi. Ketegasan dimaksud adalah sikap yang tidak mudah mendapat pengaruh dari pihak-pihak yang memang memiliki kepentingan tertentu. Kepentingan rakyat harus tetap menjadi yang utama. Keragu-raguan dalam mengambil keputusan hanya akan memperparah keadaan. Situasi global yang semakin tidak menentu sangat membutuhkan pemimpin negara yang cepat dalam mengambil tindakan, namun harus tetap tegas.
Think globally at locally juga dimaksudkan bahwa pemimpin itu memanfaatkan potensi bangsa yang dimiliki . Potensi budaya bangsa Indonesia sangat beragam. Di dalamnya tertanam nilai-nilai luhur yang patut dipedomani dalam situasi seperti apapun. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membawa nilai-nilai lokal bangsa Indonesia ke dalam kancah pergaulan internasional. Di sinilah diperlukan pemimpin yang bisa membawa citra Indonesia ke dalam politik dunia.
Bila kita lihat jauh ke belakang, banyak sekali tokoh-tokoh kerajaan di jaman dahulu yang bisa dipedomani. Itu adalah milik asli bangsa Indonesia. Di sini bukan bermaksud mengajak pemimpin Indonesia untuk kembali ke jaman kerajaan, bukan. Jaman sangat jauh dengan kondisi pada ratusan tahun lalu. Tetapi dalam konteks berbicara think globally at locally ada satu nilai yang masih sangat relevan sampai saat ini yaitu nilai-nilai dan gaya kepemimpinan leluhur bangsa ini. Nasionalisme yang tinggi dari zaman kerajaan tersebut telah mampu membawa keutuhan dan kejayaan negeri ini dulunya. Hal seperti itu mungkin tidak ada di negeri lain. Bila pemimpin bisa mempedomani nilai-nilai dan gaya kepemimpinan zaman kerajaan dulu, bukan tidak mungkin bangsa ini akan kembali disegani seperti ratusan tahun silam ketika jaman Majapahit ataupun Sriwijaya. HARUS BISA....!!

**Tulisan ini terpilih menjadi 100 essay terbaik yang dipilih oleh MODERNISATOR (Dr.DINO PATTI DJALAL – Staf Khusus Presiden RI). Penulis diundang dalam dialog ‘Kepemimpinan’ bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta