Selasa, 24 Maret 2009

KEBIJAKAN PENGANGKATAN SEKDES MENJADI PNS

A. PENDAHULUAN

Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tentang Pemerintahan Daerah membawa perubahan yang sangat mendasar dalam tatanan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Banyak perubahan sistem dan mekanisme penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang tercantum dan menjadi substansi penting dalam UU tersebut. Hal ini pula yang memberikan harapan bagi penyelenggara Pemerintahan di Daerah dalam mewujudkan Pemerintahan yang lebih efektif dan efisien.
Perubahan substantif yang dibawa oleh UU Nomor 32 Th 2004 tidak saja pada level Pemerintah Daerah, tetapi juga memberikan warna lain pada penyelenggaraan Pemerintahan di tingkat Kecamatan, Kelurahan, dan Desa. Hal ini didasari atas pentingnya mewujudkan Pemerintahan yang baik yang dimulai dari level Pemerintahan paling bawah. Dimana pada tingkat Pemerintahan ini terjadi proses interaksi langsung antara Pemerintah dengan masyrakat dalam rangka pemberian pelayanan Pemerintahan. Di sanalah hubungan Pemerintahan itu menjadi nyata. Di sana juga terjadi kontrol konsumen, kontrol sosial, evaluasi, dan feed back Pemerintahan (Ndraha,2005:40).
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tersebut ada hal yang menarik untuk disimak terkait dengan bab yang mengatur tentang Desa. Pasal 202 menerangkan bahwa Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, dimana perangkat Desa dimaksud terdiri adari Sekretaris Desa dan perangkat Desa lainnya. Lebih lanjut pasal 202 ayat (3) menyatakan bahwa “Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan”.
Ayat dari pasal tersebut secara eksplisit menjelaskan bahwa Sekretaris Desa (Sekdes) diisi dari PNS. Di sini penulis sendiri menilai bahwa adanya ketentuan tersebut bertujuan agar penyelenggaraan admisnistrasi Pemerintahan Desa terlaksana lebih baik. Hal tersebut menurut penulis cukup logis, mengingat posisi Sekdes bisa dikatakan sebagai ‘otak’ dari penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Segala proses administrasi yang berkaitan denga penyelenggaraan Pemerintahan Desa diatur dan dikendalikan oleh Sekdes. Dengan kata lain bagian sekretariat Desa adalah dapur penyelenggaraan Pemerintah Desa. Dengan demikian wajar apabila ketentuan tersebut diberlakukan untuk Sekdes.
Secara normatif, pengisisan jabatan Sekdes oleh PNS dilatarbelakangi oleh adanya Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, khususnya rekomendasi nomor 7 yang substansinya adalah kemungkinan pemeberian otonomi bertingkat terhadap Provinsi, Kabupaten/Kota, serta Desa/Nagari/Marga, dsb. Menurut Wasistiono dan Tahir (2006:34), dari TAP MPR tersebut terkandung maksud untuk mengubah otonomi Desa dari otonomi yang bersifat pengakuan karena muncul dan tumbuh dari masyarakat, menjadi otonomi pemberian dari Pemerintah pusat.
Menurut Direktur Pemerintahan Desa dan Kelurahan Depdagri, Parsadan Girsang, pengisisan jabatan Sekdes dengan status PNS tersebut merupakan salah satu program dari Depdagri yang tertuang dalam RPP tentang pemantapan Desa dan Kelurahan. Lebih lanjut Girsang menyatakan bahwa kondisi administrasi Desa terutama di luar Jawa sangat amburadul, sehingga Pemerintah perlu memikirkan adanya perangkat Desa yang bisa mengatur sistem administrasi Desa. Dan menurutnya orang yang paling tepat adalah Sekdes itu sendiri.
Guna mewujudkan Pemerintahan Daerah yang maju, profesional, serta tercapainya pelayanan publik yang baik, maka organisasi Pemerintah Desa harus diperkuat dulu. Kelemahan Pemerintah Desa saat ini adalah status perangkatnya yang belum jelas. Perangkat desa pada umunya bekerja atas dasar pengabdian kepada Desa. Namun, apabila seluruh perangkat Desa yang diangkat sebagai PNS, maka akan dapat memberatkan keuangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah pusat. Oleh karena itu, yang diangkat PNS hanya sekretaris desa, dengan alasan sekretaris desa menjadi otak manajemen dan administrasi di kantor Pemerintah Desa (Wasistiono dan Tahir, 2006:34).
Terlepas dari alasan teknis dan normatif yang dikemukan di atas, pengangkatan Sekdes menjadi PNS pastilah memiliki tujuan yang baik terutama dalam rangka mewujudkan masyarakat desa yang lebih mandiri dan terdidik. Selain itu, dengan adanya ketentuan tersebut maka berimplikasi juga pada level pemrintahan yang lebih tinggi yaitu Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi.

B. DASAR HUKUM

Ketentuan mengenai pengangkatan Sekdes menjadi PNS ini diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Adapun peraturan perundang-undangan tersebut yang secara langsung dan eksplisit menyatakan ketentuan pengangkatan Sekdes menjadi PNS yaitu :
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil.



C. Permasalahan, Kekurangan, dan Kelebihan dari Kebijakan Pengangkatan Sekdes Menjadi PNS

Disadari atau tidak, kebijakan pengangkatan Sekdes menjadi PNS ini telah menimbulkan pro-kontra dalam masyarakat. Banyak yang mempertanyakan efektivitas kebijakan ini, tidak sedikit pula yang mendukung kebijakan ini dengan alasan perbaikan sistem administrasi Pemerintahan Desa.
Ketika masa-masa awal sosialisasi kebijakan baru ini, ribuan Sekdes se-Jawa-Bali berbondong-bondong ke Jakarta memperjuangkan harapan mereka kepada Pemerintah/DPR agar Sekdes bisa diangkat menjadi PNS tanpa persyaratan yang menyulitkan. Maklum saja, hampir 3 tahun berlakunya UU No 32 th 2004, belum satupun ketentuan pelaksana yang berkaitan dengan pengangkatan Sekdes menjadi PNS dikeluarkan Pemerintah. Hal ini pulalah yang membuat Sekdes di seluruh Indonesia menuntut untuk segera dikeluarkan PP dan peraturan pelaksana lainnya yang mengatur tentang pengangkatan Sekdes menjadi PNS. Kemudian baru pada tahun 2007 keluar PP Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pengangkatan Sekdes Menjadi PNS, yang ditindaklanjuti dengan keluarnya Permendagri Nomor 50 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Bagi Kepala Desa (Kades) dan perangkat Desa lainnya, kebijakan ini tentu saja menimbulkan kecemburuan dan rasa diskriminasi. Sikap kecemburuan itu bisa saja diwujudkan dengan kurangnya semangat dan motivasi kerja dari Kades dan perangkat Desa lainnya dan menyerahkan sepenuhnya pekerjaan adiministrasi kepada Sekdes.
Di lain pihak banyak anggapan yang menyatakan bahwa tanggung jawab dan beban tugas Sekdes jauh lebih berat dai tugas perangkat Desa lainnya dan bahkan dari Kades sendiri, karena urusan-urusan teknis cenderung diserahkan kepada Sekdes, sedangkan urusan yang sifatnya politis barulah menjadi tanggung jawab Kades. Dengan adanya ketentuan ini dianggap sebagai penghargaan bagi Sekdes.
Pertanyaan-pertanyaan pesimis banyak muncul terkait dengan kebijakan ini, seperti bagaimana perhitungan masa kerja, apakah dihitung dari sejak diangkat menjadi Sekdes atau sejak diangkat PNS? Bagaimana sistem karier, pembinaan, dan pengawasan yang diberikan kepada Sekdes PNS tersebut? Bagaimana jenjeng eselonisasinya, apakah diberikan eselon sama dengan Seklur atau jabatan ini tanpa eselon? Serta bagaimana ketentuan pensiunnya?
Secara umum, kehadiran pasal tersebut telah menimbulkan polemik, baik pada diri Sekdes sendiri sebgai unsur Pemerintah Desa, Kepala Desa, serta perangkat Desa lainnya. Permasalahan yang saat ini dihadapi dalam implementasi ketentuan tersebut adalah adanya perbedaan pandangan khusunya Pemerintah Desa sndiri terhadap kemungkinan hadirnya tantangan dan peluang yang muncul terkait ketentuan tersebut.
Menurut penulis sendiri, ada beberapa permasalahan yang timbul terkait dengan kebijakan pengangkatan Sekdes menjadi PNS ini, yaitu dari sisi psikologis, sosisologis, politis, ekonomi, serta peluang munculnya KKN.
Dari sisi psikologis, pengangkatan Sekdes menjadi PNS tentu akan menimbulkan kecemburuan sosial diantara perangkat desa yang lain, termasuk Kepala Desa. Hal ini akan berpengaruh pada harmonisasi kerja yang tidak efektif. Dari sisi sosiologis, pengangkatan Sekdes menjadi PNS sedikit demi sedikit akan memperlemah posisi otonomi asli yang dimiliki masyarakat Desa, karena salah satu Aparat Desa sudah menjadi aparat Pemerintah Daerah, dan menjadi perpanjangan tangan pejabat Daerah. Dari sisi politis, Sekdes berstatus PNS akan berperan lebih penting daripada Kepala Desa. Ditakutkan pula bahwa secara perlahan-lahan kewenangan Kades akan terkikis dan beralih menjadi kewenangan Sekdes. Dualisme kepemimpinan memang tidak akan menonjol, tetapi kekuasaan, legitimasi, dan kewenangan Kades akan merosot secara tajam. Sedangkan dari sisi ekonomi, Sekdes berstatus PNS sudah pasti akan memperberat beban APBD, karena Sekdes PNS adalah PNS Daerah Kabupaten/Kota.
Status Sekdes menjadi PNS tentu saja menggiurkan bagi siapa saja, terutama bagin warga Desa berpendidikan rendah dan tidak punya pekerjaan tetap. Peluang ini bisa saja dimanfaatkan oleh Kepala Desa terpilih. Kades terpilih bisa saja mengangkat keluarga, teman, atau siapa saja yang dirasa dekat dengannya untuk menjadi Sekdes, yang selanjutnya akan berstatus PNS.
Sementara itu, Wasistiono dan Tahir (2006:34-35) menyatakan kekurangan pengisian Sekdes oleh PNS sebagai berikut :
1. Menimbulkan kecemburuan bagi Kades dan perangkat Desa lainnya, terutam pada desa-desa yang tidak memiliki sumber keuangan yang cukup untuk memberi imbalan bagi perangkat desanya. Kecemburuan ini dapat menimbulkan suasana kerja yang kontraproduktif.
2. Rawan manipulasi dalam proses pengisian jabatan Sekdes, sehingga dapat menimbulkan konflik.
3. Intervensi Pemerintah supradesa terhadap desa menjadi lebih besar melalui tangan-tangan Sekdes.
4. Terbuka peluang terjadinya konflik antara Kepala Desa dengan Sekdes dalam hal hubungan kerja, apabila tatanan kerjanya tidak diatur dengan rinci dan dilaksanakan secara konsisten, karena adanya duplikasi komando terhadap Sekdes.

Seperti telah dikemukakan di atas, implementasi kebijakan pengangkatan Sekdes menjadi PNS pada prinsipnya untuk memperbaiki sistem administrasi desa. Dengan diangkatnya Sekdes menjadi PNS, paling tidak Sekdes lebih bertanggung jawab untuk mengelola administrasi Desa menjadi lebih baik.
Sedangkan Wasistiono dan Tahir (2006:34) menyatakan bahwa kelebihan pengisian Sekdes oleh PNS sebagai berikut :
1. Sekdes memiliki kepastian kepegawaian, penghasilan, setta karier, sehingga dapat memberikan motivasi untuk berprestasi.
2. Adanya aktor penggerak perubahan di bidang manajemen dan administrasi Pemerintahan untuk tingkat desa.
3. Adanya aktor penghubung yang dapat menjadi perantara kebijakan perubahan yang datang dari Pemerintah supradesa.


D. Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekdes Menjadi PNS

Adapun persyaratan pengangkatan Sekdes menjadi PNS yaitu sebagi berikut :
1. Sekdes yang diangkat dengan sah sampai dengan 15 Oktober 2004 dan masih melaksanakan tugas samapi berlakunya PP Nomor 50 Tahun 2007;
2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada NegaraKesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
4. Tidak sedang menjalani hukuman karena melakukan tindakpidana berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
5. Sehat jasmani dan rohani;
6. Memiliki ijazah paling rendah Sekolah Dasar atau yang sederajat;
7. Berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun terhitung pada 15 Oktober 2006.
Sekdes yang memenuhi persyaratan tersebut di atas diangkat sebagai PNS dalam pangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a. Sekdes yang mempunyai ijazah lebih tinggi dari ijazah SMA diangkat sebagai PNS dalam pangkat / golongan ruang sesuai dengan ijazah SMA. Sedangkan yang memiliki ijazah lebih rendah dari ijazah SMA diangkat sebagai PNS dalam pangkat/golongan ruang sesuai dengan ijzah yang dimiliki.
Sedangkan tata cara pengangkatan Sekdes menjadi PNS adalah sebagi berikut :
1. Bupati/Walikota menyusun dat Sekdes di wilayahnya dan mengumpulkan berkas pengangkatan Sekdes tersebut;
2. Data Sekdes dan berkas pengangkatan tersebut disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Mendagri melalui Gubernur;
3. Mendagri melakukan verifikasi dan validasi data dan berkas Sekdes dari Gubernur tersebut;
4. Mendagri mengajukan usulan formasi Sekdes untuk Kabupaten/Kota kepada Meneg PAN dan tembusannya disampaikan kepada Kepala BKN;
5. Pengangkatan Sekdes menjadi PNS dilakukan secara bertahap sesuai formasi yang ditetapkan oleh Meneg PAN;
6. Formasi pengangkatan Sekdes menjadi PNS tersebut dialokasikan pada tiap Kecamatan, dengan memprioritaskan usia paling tinggi;
7. Menteri Dalam Negeri mengusulkan persetujuan pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara;
8. Kepala Badan Kepegawaian Negara memberikan persetujuan dan penetapan Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil (NIP) pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS dan diteruskan kepada Menteri Dalam Negeri;
9. Persetujuan pengangkatan Sekretaris Desa dari Kepala BKN diteruskan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Bupati/Walikota melalui Gubernur;
10. Berdasarkan persetujuan Kepala Badan Kepegawaian Negara dan surat Mendagri kepada Bupati/Walikota tersebut, Bupati/Walikota menetapkan keputusan pengangkatan Sekdes menjadi PNS;

Namun permasalahan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana dengan nasib Sekdes yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi PNS, baik karena tanggal pengangkatan maupun karena terhalang syarat usia. Dalam PP Nomor 45 Tahun 2007 dinyatakan bahwa :
1. Sekretaris Desa yang tidak diangkat menjadi PNS diberhentikan dari jabatan Sekretaris Desa oleh Bupati/Walikota.
2. Sekretaris Desa yang tidak diangkat tersebut diberikan tunjangan kompensasi yang dihitung berdasarkan masa kerja selama yang bersangkutan menjadi Sekretaris Desa.
3. Besaran tunjangan kompensasi dihitung dengan cara sebagai berikut:
a. masa kerja 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
b. masa kerja lebih dari 5 (lima) tahun dihitung sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah pertahun, dengan ketentuan secara kumulatif paling tinggi Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
4. Penetapan besaran tunjangan kompensasi bagi setiap Sekretaris Desa tersebut ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota dan dibebankan kepada APBD Kabupaten/Kota.

Adapun Sekdes yang diangkat dan belum memiliki ijazah SMA wajib mengikuti dan lulusa ujian penyetaraan. Sementara Sekdes yang sudah diangkat menjadi PNS dan menjalani masa jabatan selama 6 tahun dapat dimutasikan ke instansi lain sesusi kebijakan Pemda Kabupaten/Kota.

F. Kesimpulan dan Saran
Bila kita lihat kembali latar belakang dikeluarkannya kebijakan pengangkatan Sekdes menjadi PNS, yaitu untuk memperbaiki tata administrasi Pemerintah Desa. Maka cepat atau lambat kebijakan ini tentu akan membawa pengaruh terhadap peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Selain itu, kebijakan ini juga membawa permasalahan tersendiri dalam implementasinya. Jadi ada implikasi posisitf dan negatif yang timbul dari dikeluarkannya kebijakan ini.
Dari berbagai literatur dan media massa yang penulis jadikan bahan studi, secara umum kebijakan ini dapat diterima oleh semua pihak, baik dari Sekdes, Kepala Desa, maupun Perangkat Desa lainnya. Kendati demikian banyak tuntutan agar perangkat desa yang lain juga diberikan perlakuan hak yang sama seperti sekdes.
Implementasi kebijakan pengangkatan Sekdes menjadi PNS ini membawa permasalahan dilihat dari beberapa aspek, yaitu aspek psikologis perangkat desa, aspek sosiologis masyarakat desa, aspek politis kekuasaan Kepala Desa, dan aspek ekonomis ditinjau dari keuangan daerah, serta beberap permasalahan lainnya.
Dilihat dari aspek persyaratan dan tata cara pengangkatan, proses yang ditetapkan pemerintah sangat prosedural dan memperhatikan hak-hak administratif dari Sekdes serta sudah menjunjung rasa keadilan, baik yang diangkat menjadi PNS maupun yang tidak memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi PNS.
Dari paparan di atas, dapat diberikan saran sebagai berikut :
1. Sosialisasi atas kebijakan ini harus terus dilakukan, walaupun implementasinya sudah terlaksana, karena tidak semua masyarakat Desa paham akan kebijakan ini;
2. Harus diberikan pedoman lebih lanjut terkait dengan tugas-tugas perangkat Desa, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kekuasaan baik antara Kades dengan Sekdes, maupun dengan perangkat desa yang lain;
3. Mengenai persyaratan pendidikan, penulis berpendapat bahwa lebih baik jika Sekdes yang diangkat hanya yang ber-ijazah SMA, tanpa ada ujian penyetaraan bagi yang tidak memiliki ijazah SMA;
4. Perlu dikeluarkan peraturan yang mengatur mengenai eselonisasi ataupun status jabatan dari Sekdes berstatus PNS tersebut;
5. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas pengangakatan Sekdes menjadi PNS, sebagai bahan studi dan evaluasi bagi Pemerintah;
6. Sekdes yang diangkat menjadi PNS harus dari desa yang bersangkutan, mengingat beban sosiologis masyarakat desa;
7. Pemerintah perlu mengeluarkan aturan kepegawaian khusus dan keuangan selaku acuan bagi daerah dalam mendukung implementasi kebijakan pengangkatan dan penempatan Sekdes sebagai PNS;