Rabu, 01 April 2009

THINK GLOBALLY AT LOCALLY**

prajabali.blogspot.com myspace graphic comments
Kunjungi goestrie.multiply.com


GLOBALISASI menjadi isu penting dalam tataran kehidupan dunia saat ini. Dimana sekarang ini dunia seolah-oleh menjadi satu-kesatuan yang tidak lagi dibatasi oleh jarak. Segala kemudahan muncul seiring dengan perkembangan teknologi. Ekonomi di berbagai negara tumbuh pesat akibat adanya kerjasama ekonomi antar negara atas nama globalisasi. Sedikit demi sedikit derajat hidup manusia di bumi ini terangkat akibat pergaulan global yang membawa berbagai pengaruh dalam peradaban umat manusia. Dengan kata lain, globalisasi sudah menjadi kebutuhan dalam setiap detak kehidupan masyarakat dunia saat ini
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mau tidak mau juga harus siap dengan meluasnya gejala globalisasi tersebut. Seiring dengan hal tersebut, Indonesia tentu saja tidak bisa menghindar dari berbagai dampak yang lahir dari globalisasi tersebut, baik itu positif maupun negatif. Di sinilah pemimpin negara diuji untuk dapat menghadapi tantangan tersebut. Pemimpin Indonesia tentu saja harus bisa menerima dampak positif yang dibawa oleh arus globalisasi tersebut dan sedapat mungkin harus bisa meminimalisir atau menghindar dari dampak negatif yang ditimbulkan meskipun hal itu sulit untuk dilakukan.
Pemimpin indonesia saat ini harus bisa think globally at locally , artinya harus bisa berpikir global tetapi tetap dalam batas nilai-nilai lokal yang dimiliki bangsa ini. Meskipun globalisasi itu menjanjikan berbagai perubahan menuju perbaikan, tetapi ekses negatif yang ditimbulkan juga bisa saja membahayakan setiap negara, termasuk Indonesia. Untuk itu benteng yang paling tepat adalah dengan tetap menjaga nilai-nilai kearifan lokal yang sudah ada sejak ratusan tahun silam dalam bumi pertiwi ini.
Sekalipun demikian, pemimpin tidak boleh kaku dalam menghadapi tantangan jaman saat ini. Mengambil kebijakan tidak selamanya dengan cara-cara konvensional. Nilai budaya lokal tidak selamanya bercorak kuno dan tradisionil. Masih banyak aspek budaya bangsa yang masih relevan untuk diaplikasikan dan dijadikan benteng penahan arus negatif dari modernisasi yang terjadi. Nilai-nilai tersebut juga sudah mengalami modernisasi namun tidak mengubah substansi “nilai kearifan” yang ada.
Di sinilah seorang pemimpin itu harus bisa membaca situasi dan kondisi yang berkembang. Kebijaksanaan dalam mengambil kebijakan harus tetap dipertahankan. Kebijaksanaan yang didasari oleh sifat lokal bangsa Indonesia masih bisa dijadikan landasan dalam menentukan kebijakan yang logis dan ilmiah. Hal inilah yang sulit ditemukan saat ini. Akal sehat terkadang hilang ditelan kepentingan dan tendensi tertentu. Akhirnya keputusan yang selayaknya bermanfaat bagi rakyat malah berubah menjadi bencana. Pemimpin yang seperti itu pastilah tidak membentengi diri dengan jati diri lokal yang dimiliki bangsa ini. Pemimpin yang berkutat pada urusan global tanpa mau melandasi diri dengan kepekaan yang tinggi terhadap kondisi masyarakat hanya akan membawa kesengsaraan bagi rakyat.
Sebagaimana kita lihat saat ini, dampak globalisasi dalam setiap celah kehidupan masyarakat di Indonesia sudah sangat beragam. Dampak yang tidak bisa dipungkiri adalah dampak sosial. Globalisasi identik dengan aspek ekonomi, teknologi informasi, dsb. Namun tidak setiap orang merasakan perkembangan jaman tersebut. Ada sisi lain dalam kehidupan masyarakat yang lauh dari cita-cita modernitas tersebut. Sebaliknya, sisi ekonomi membawa sebagian masyarakat kita hidup di bawah perintah orang asing dengan berharap pendapatan darinya. Situasi seperti itu tentunya sangat memprihatinkan, mengingat dampak terparah dari globalisasi itu adalah kemiskinan. Menghadapi kondisi seperti itu, pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang mampu memberi rasa keadilan bagi rakyatnya. Pemimpin tersebutl harus memiliki empati yang tinggi dalam membaca situasi sosial masyrakatnya.
Pemimpin dalam era globalisasi saat ini harus lincah dan lihai membaca situasi global. Situasi yang berkembang di negara-negara maju sangat berpengaruh terhadap keadaan di negara-negara berkembang. Oleh karena itu perlu kepekaan tinggi dalam merespon perkembangan situasi. Sebagai contoh, krisis keuangan yang sudah mengglobal sekarang ini. Kita ketahui bahwa krisis moneter itu pada awalnya terjadi pada negara maju, kemudian sangat memberikan kekhawatiran bagi negara-negara berkembang. Bila salah dalam menentukan arah kebijakan (ekonomi), maka sangat mungkin sekali akan semakin banyak orang miskin di negeri ini.
Sikap tegas juga harus dimiliki oleh pemimpin di era globalisasi. Ketegasan dimaksud adalah sikap yang tidak mudah mendapat pengaruh dari pihak-pihak yang memang memiliki kepentingan tertentu. Kepentingan rakyat harus tetap menjadi yang utama. Keragu-raguan dalam mengambil keputusan hanya akan memperparah keadaan. Situasi global yang semakin tidak menentu sangat membutuhkan pemimpin negara yang cepat dalam mengambil tindakan, namun harus tetap tegas.
Think globally at locally juga dimaksudkan bahwa pemimpin itu memanfaatkan potensi bangsa yang dimiliki . Potensi budaya bangsa Indonesia sangat beragam. Di dalamnya tertanam nilai-nilai luhur yang patut dipedomani dalam situasi seperti apapun. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membawa nilai-nilai lokal bangsa Indonesia ke dalam kancah pergaulan internasional. Di sinilah diperlukan pemimpin yang bisa membawa citra Indonesia ke dalam politik dunia.
Bila kita lihat jauh ke belakang, banyak sekali tokoh-tokoh kerajaan di jaman dahulu yang bisa dipedomani. Itu adalah milik asli bangsa Indonesia. Di sini bukan bermaksud mengajak pemimpin Indonesia untuk kembali ke jaman kerajaan, bukan. Jaman sangat jauh dengan kondisi pada ratusan tahun lalu. Tetapi dalam konteks berbicara think globally at locally ada satu nilai yang masih sangat relevan sampai saat ini yaitu nilai-nilai dan gaya kepemimpinan leluhur bangsa ini. Nasionalisme yang tinggi dari zaman kerajaan tersebut telah mampu membawa keutuhan dan kejayaan negeri ini dulunya. Hal seperti itu mungkin tidak ada di negeri lain. Bila pemimpin bisa mempedomani nilai-nilai dan gaya kepemimpinan zaman kerajaan dulu, bukan